Hukum Keluarga Indonesia
Hukum keluarga mengatur hubungan hukum yang berasal dari ikatan keluarga dan menjelaskan aturan untuk perkawinan atau perceraian, perwalian, adopsi dan warisan. Penerapan hukum keluarga di Indonesia sesuai dengan beberapa aturan. Mereka yang beragama Islam tunduk pada Hukum Islam, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 1 tahun 1991. Untuk pemeluk agama lain, hukum perdata digunakan untuk sebagian besar namun juga hukum adat.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mendefinisikan perkawinan sebagai berikut: Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika semua ketentuan undang-undang dan peraturan tentang perkawinan di Indonesia dipenuhi, barulah perkawinan dinyatakan sah dan memiliki kepastian hukum.
Perceraian:
Tidak semua perkawinan berakhir dengan bahagia. Alasan perceraian tercantum dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974:
- Zinah; pecandu alkohol, judi, narkoba dan masalah lain yang terbukti sulit disembuhkan.
- Satu pihak meninggalkan rumah selama dua tahun, tanpa izin dari pasangannya dan tanpa alasan yang sah.
- Apabila dijatuhkan hukuman penjara lima tahun atau lebih setelah pernikahan.
- Jika terjai kekejaman atau pelecehan yang membahayakan.
- Kecacatan fisik atau penyakit di mana mereka tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai suami/istri.
- Ada perselisihan antara suami dan istri dan tidak ada harapan untuk hidup harmonis lagi di rumah tangga.
Hukum waris:
Hukum waris disebut dalam KUH Perdata sebagai pedoman untuk masalah warisan tetapi tidak ditetapkan sebagai dasar hukum.
Berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991, hukum waris mengatur pengalihan hak properti kepada ahli waris, dan kemudian menentukan siapa yang berhak mewarisi dan berapa banyak yang diterima.
Indonesia adalah negara dengan banyak kultur dan karena itu aturan yang ada tidak dapat mencakup semua budaya lokal yang ada. Hal yang sama berlaku untuk hukum waris. Tidak ada hukum waris nasional di Indonesia. Keberadaan hukum waris di Indonesia terkait dengan hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris perdata, dan masing-masing memiliki aturan berbeda yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Hukum Waris Adat
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, agama dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Ini mempengaruhi hukum di setiap kelas masyarakat, yang dikenal sebagai hukum adat.
Hukum adat adalah seperangkat aturan, norma, dan kebiasaan yang tidak tertulis yang diikuti oleh masyarakat tertentu di suatu daerah dan hanya dikenakan sanksi atas pelanggaran di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, hukum waris ini sangat dipengaruhi oleh struktur sosial atau kekerabatan.
2. Hukum Waris Islam
Hukum waris Islam berlaku untuk agama Muslim dan diatur dalam Pasal 171-214 dalam penyusunan hukum Indonesia. Dalam hukum waris Islam, hukum waris individu bilateral mengikuti baik secara kolektif maupun sebagai hukum waris utama. Jadi warisan bisa datang dari ayah atau dari ibu.
3. Hukum Waris Perdata
Hukum waris perdata atau apa yang disebut hukum waris barat berlaku untuk orang non-Muslim, termasuk keturunan warga negara Indonesia, baik Tionghoa dan Eropa, yang ketentuannya diatur dalam KUHP.
Hukum waris perdata menganut sistem individu di mana setiap ahli waris memperoleh atau memiliki warisan menurut bagian masing-masing dengan 4 kelompok ahli waris berdasarkan hukum:
- Kelompok I terdiri dari suami dan istri dan anak-anak dan keturunan mereka
- Kelompok II terdiri dari orang tua dan saudara kandung serta keturunan mereka
- Kelompok III terdiri dari kakek, nenek, dll.
- Kelompok IV terdiri dari keluarga-keluarga yang menyamping, termasuk saudara lelaki dan ahli waris Kelompok III dan keturunan mereka.
Warisan dimungkinkan berdasarkan wasiat dalam bentuk surat wasiat mengenai apa yang mereka inginkan setelah kematian mereka. Surat wasiat dapat diubah atau dicabut oleh penulisnya selama masa hidup sesuai dengan Pasal 992 KUH Perdata. Perubahan ini harus dilakukan dengan surat wasiat baru atau dengan notaris.
Permohonan waris yang didasarkan pada wasiat, berlaku untuk orang yang berusia setidaknya 18 tahun dan yang ditunjuk oleh pewaris sebagai pewarisnya.
Harap dicatat bahwa materi di situs web kami hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai pendapat hukum atau nasihat hukum.
Bagaimana kami dapat membantu Anda...
• PERJANJIAN PERKAWINAN: Untuk orang-orang yang bertunangan atau sudah menikah dapat membuat perjanjian pra-nikah maupun pasca-nikah.
• PERCERAIAN: Kami dapat mewakili pihak yang akan bercerai dalam perceraian termasuk pembagian harta dan hutang, hak asuh, perawatan dan hak-hak kunjungan anak.
• KONSEP DAN EKSEKUSI WASIAT: Kami memastikan bahwa surat wasiat mematuhi hukum negara Indonesia dan jumlah yang diterima oleh pewaris sudah sesuai. Setelah pemeriksaan ekstensif kami, notaris kami akan melaksanakan pembuatan surat wasiat tersebut.